MENANGANI KONFLIK
KONSUMEN
1. PENGERTIAN KONFLIK
“You cannot not to be in conflict”.
Mungkin ungkapan ini pas buat orang yang bekerja. Tidak ada satu orang pun yang
tidak pernah terlibat dalam konflik di tempat kerja. Kalau melihat praktek
hidup, konflik itu adalah konsekuensi dari komunikasi / interaksi. Karena kita
selalu berkomunikasi atau berinteraksi, baik secara lisan atau non-lisan, maka
salah satu konsekuensinya adalah konflik. Secara teori, konflik itu punya
pengertian fisik dan non-fisik (perasaan, pemikiran). Menurut Kamus Merriam
Webster dan Advance, arti konflik itu antara lain:
a.
Perlawanan mental sebagai akibat dari: kebutuhan,
dorongan, keinginan atau tuntutan yang berlawanan
b.
Tindakan perlawanan karena ketidakcocokan /
ketidakserasian
c.
Berkelahi, berperang, atau baku hantam
Konflik adalah ekspresi yang timbul
akibat adanya perbedaan antara persepi (apa yang dilihat) dan ekspektasi (apa
yang diharapkan) pelanggan. Konflik adalah
adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun
dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat
berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence
of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak
atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak,
sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai
pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan
serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya,
tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality
clashes).
Dalam
sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling
berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam
sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang
tidak efektif yang menjadi kambing hitam. Ekspresi/wujud ketidakpuasan
yang membutuhkan tanggapan. Ada
beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.
Menurut
Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan
sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya
keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau
lebih pihak secara berterusan.
2.
Menurut
Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.
Menurut
Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi
individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya,
jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.
Dipandang
sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat
dekat hubungannya dengan stres.
5.
Menurut
Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan
oleh perbedaan tujuan.
6.
Konflik
dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang
sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
(Robbins, 1993).
7.
Konflik
merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan,
diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8.
Konflik
dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
(Folger & Poole: 1984).
9.
Konflik
senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185;
Stewart, 1993:341).
10.
Interaksi
yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
(Devito, 1995:381)
2. KONFLIK MENURUT PANDANGAN PARA AHLI
a.
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431)
mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
1)
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif,
merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence,
destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional
akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang –
orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
karyawan.
2)
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang
wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti
terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan
sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok
atau organisasi.
3)
Pandangan interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai,
dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak
inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan
pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam
kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
b.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan
Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1)
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap
bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan
organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya
disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.
Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
2)
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal
ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan
tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi
kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer
sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja
yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
c.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan
menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut
pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1)
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai
sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari
adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok
atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar.
Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap
orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang
lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah
dihindari.
2)
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada
anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai
konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan
bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga
tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik
dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan
dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal
konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara
peningkatan kinerja organisasi.
d.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
Konflik terjadi
karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila
kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan
perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua
konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, jika komunikasi adalah
suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara
bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada
konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi
juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,
yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua
pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’
antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang
mengandung amarah.
Konflik tidak
selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif
(Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat
menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi.
Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran
dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran
itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak
terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik
yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
3. LEVEL KONFLIK
Berdasarkan teori yang dikembangkan
para ahli, konflik itu memiliki kelas, stadium atau mungkin bisa disebut
tingkatan. Dalam Encyclopedia of Professional Management (Editor Lester Robet
Bittle, McGraw-Hill, Inc, 1998), di sana terdapat penjelasan bahwa tingkatan
konflik dalam organisasi itu antara lain dijelaskan seperti berikut:
a.
Tingkatan pertama adalah the unvisible conflict.
Konflik yang terjadi pada tingkatan ini adalah konflik yang masih ada di batin
kita (tidak kelihatan). Ada beberapa ketidakcocokan antara kita dengan orang
lain, tetapi ketidakcocokan itu tidak nampak atau tidak muncul ke dalam ucapan
mulut, sikap, dan tindakan.
b.
Tingkatan kedua adalah the perceived / experienced
conflict. Konflik yang terjadi pada tingkatan ini adalah konflik yang sudah kita
ketahui, kita alami atau sudah nampak. Kita dengan orang lain sudah sama-sama
mengalami perbedaan yang kita munculkan dalam bentuk perlawanan. Perbedaan itu
bisa jadi berbeda dalam pendapat, harapan, kebutuhan, motif, tuntutan atau
tindakan. Perlawanan itu bisa jadi dalam bentuk perlawanan mulut atau sikap
c.
Tingkatan ketiga adalah the fighting. Pada tingkatan
ini, konflik sudah berubah menjadi perlawanan fisik, baku hantam, perkelahian,
atau hal-hal yang semisal dengan itu. Menurut kamus, fighting adalah melawan
orang lain dengan pukulan atau senjata (blow or weapon).
Menurut Dahrendorf,
konflik dibedakan menjadi 6 macam :
a.
Konflik
antara atau dalam peran
sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran
(role))
b.
Konflik
antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
c.
Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
d.
Konflik
antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
e.
Konflik
antar atau tidak antar agama
f.
Konflik
antar politik.
g.
Konflik
individu dengan kelompok
4. PENYABAB MUNCULNYA KONFLIK
Berdasarkan kasus yang kerap mucul di
tempat kerja, konflik itu disebabkan karena, antara lain:
a.
Perlakuan yang mendiskreditkan atau ada pihak yang
merasa tidak dihargai, terutama pada momen-momen yang sensitive.
b.
Manajemen gagal dalam mendefinisikan peranan dan tugas
masing-masing orang atau bagian secara jelas sehingga terjadi
ketumpang-tindihan peranan.
c.
Komunikasi yang lemah atau munculnya kesalahpahaman
tentang apa yang perlu dilakukan dan kapan. Ini terkait dengan keputusan yang
tidak jelas atau sosialisasi kebijakan yang tidak jelas
d.
Kegagalan dalam mengontrol diri atau kehilangan kendali
(losing temparement)
e.
A personalitiy
clash yang bentuknya macam-macam. Kalau ada orang yang tidak suka terhadap
gaya kempemimpinan atau gaya kerja orang-orang tertentu mungkin ini bisa
menimbulkan konflik di tempat kerja
f.
Kurang pengalaman dalam menduduki posisi tertentu atau
peranan tertentu. Orang yang baru menduduki posisi atau jabatan tertentu,
biasanya sering melakukan hal-hal yang bisa menimbulkan konflik
g.
Kurang pengalaman dalam memimpin orang yang
bermacam-macam latar belakangnya.
h.
Staff yang kurang ramah dan sopan, staff yang kurang
sabar dalam menangani keluhan.
i.
Kurang ada kerja sama yang baik antara staff baik dari
departemen yang sama maupun dengan departemen yang lain.
j.
Usia properti dan fasilitas yang ada di dalamnya pada
umumnya sudah cukup lama
k.
Adanya sistem yang berbelit-belit untuk menyelasikan
suatu keluhan.
Konflik
bisa timbul diantara:
a.
Pekerja dan Atasan
b.
Para Pekerja
c.
Perusahaan dan Distributor
d.
Perusahaan dan Pelanggan
Konflik
juga bisa terjadi dalam diri seseorang, Misalnya:
a.
Disruptive
b.
Mengarah ke ketakutan, stress dan frustrasi
c.
Produktifitas
d.
Kesehatan.
Kondisi
yang Berpotensi Menimbulkan Konflik antara lain:
a.
Komunikasi yang buruk
b.
Salah Pengertian
c.
Pendengaran yang selektif
d.
Kepribadian yang tidak sesuai
e.
Ketakutan akan perubahan, pembuatan keputusan
f.
Perbedaan dalam nilai dan sikap
g.
Perbedaan dalam tujuan, kebutuhan,keinginan
h.
Emosi-orang tidak selalu tenang dan berpikir rasional.
Hambatan-hambatan
dalam Komunikasi yang dapat menimbulkan konflik diantaranya adalah:
a.
Mencoba untuk menilai pernyataan dari pandangan kita
sendiri
b.
Penggunaan kata-kata khusus atau bahasa teknik
c.
Kebisingan diluar yang menganggu komunikasi
d.
Kurangnya rasa simpati dari kedua belah pihak
e.
Adanya prasangka atau masalah
f.
Kekurangan waktu
g.
Penggunaan dari frase tertentu: Misalnya:
4)
Itu tidak akan berhasil atau kita telah mencoba
sebelumnya
5)
Anda tidak mengerti
6)
Ini terlalu berat
7)
Kami tidak siap.
Mengatasi Hambatan dalam Komunikasi
bisa termasuk:
a.
Gunakan kata-kata yang :
1)
Jelas
2)
Tepat
3)
Benar
4)
Sopan.
b.
Bersikap Empati
c.
Bersikap Positif
d.
Memilih lokasi dan waktu yang tepat
e.
Gunakan ketrampilan mendengarkan secara aktif seperti:
1)
Berpikir secara terbuka
2)
Membiarkan pembicara menyelesaikan pembicaraannya
3)
Menjadi pendengar yang baik
4)
Mencoba untuk mendapatkan seluruh isi materi
5)
Tunjukkan bahwa anda mendengar